Custom Search

Sunday, January 25, 2009

Teknologi Rekayasa Keterampilan guru SMPN 33 Semaran



Sebagai alat untuk membuat pelajaran bagi siswa, Agus mengembangkan ide. Lalu terciptalah alat pembangkit listrik tenaga angin dari bahan-bahan yang digunakan.
Ricky Fitriyanto
Alat berteknologi Agus dilakukan saat ini ditampilkan pada Penggunaan Teknologi Tepat Gelar (TTG) Nasional X di PRPP Jawa Tengah. Hasilnya, alat langsung memerintahkan banyak. Agus itu terkejut karena ia belum siap untuk berkembang menjadi produksi massa.
g memberi nama alat buatannya Palmea ini. Lanjutan dari aliran listrik mini energi angin. Dibuatnya adalah langkah-langkah dalam waktu 2 Minggu.
Bahan cukup sederhana. Ada mantan baling kipas, dinamo bekas motor mogok, laker bekas, kakek, dan penemu (penaik tegangan). "Habis Rp 2,5 juta untuk membuat. Lagi ekonomis karena banyak bahan yang digunakan," katanya.
Palmea sebenarnya akan digunakan untuk belajar siswa-siswa. Menurut pria asal Semarang ini, siswa dapat membuat alat dalam bentuk yang lebih kecil atau lebih sederhana, seperti memakai dinamo lampu sepeda. Tapi baru hari pameran di stan Pemkot Semarang dalam TTG, karyanya sudah banyak Dilirik pelanggan.
Agus menyatakan beberapa pemerintah daerah yang berniat Palmea pemesanan sebanyak 1000 unit. Pesanan datang terutama dari pemerintah daerah yang memiliki banyak pantai atau pesisir. "Saya terus terang terkejut. Mereka juga tidak ingin diajarkan untuk membuat mereka sendiri. Jadi bebas untuk membeli dari saya," ujarnya.
Ide untuk membuat Palmea sebenarnya cukup sederhana. Agus Palmea terlihat cocok untuk kota Semarang pantai.
"Inspirasinya dari lagu gambang Semarang. Ada lirik yang berbunyi, Semarang kota pantai," imbuhnya sambil terkekeh.
Menurut Agus, alat buatannya dapat menghasilkan output 250 watt. Untuk mengisi penuh baterai dengan 50 amper, diperlukan waktu 10 jam terus memutar kumparan.
Listrik yang dihasilkan kumparan yang diputar akan disimpan dalam baterai, kemudian hidupkan digunakan peralatan elektronik. Aki kemampuan untuk bertahan hingga 13 sampai 14 jam.
Lucunya, ketika ditanya berapa kecepatan angin yang diperlukan untuk dapat membuat kincir berputar, dia mengaku belum mengukurnya. Agus mengumpamakan, bila dahan pohon besar kecakrukan sebagai angin, alat yang juga dapat memutar kumparan lebih cepat.
"Rencana saya juga akan melengkapi alat pengukur jurusan angin sehingga kecepatan angin dapat diukur," katanya.
Untuk menghasilkan output yang lebih besar, dia menyarankan menggunakan lebih dari satu Palmea. "Jika anda ingin daya 1000 watt, hanya menggunakan empat Palmea. Itu lebih murah daripada membuat yang lebih besar. Karena towernya juga harus lebih tinggi," lanjut pria yang mengajar di SMPN 33 ini sejak tahun 2000.
Agus tidak berani mengklaim bahwa produk ciptaannya. Karena menurutnya, kili-kili-kili-kili di dalam air sudah di Belanda dan merupakan proyek besar. Dia hanya mengaku menyederhanakannya, agar alat ini dibuat dan mudah digunakan. "Di Indonesia, untuk membuat kincir yang kompleks dan besar kebutuhan biaya tinggi," ujarnya.
Karena ketika memerintahkan mempatenkan, dia hanya akan mempatenkan nama Palmea saja, bukan alat.
Menurut dia, Palmea dapat menjadi solusi atas krisis listrik. Angina dari upaya, tambahnya, adalah lebih baik dari bangunan Daya Listrik Nuklir (PLTN), yang selalu diklaim sebagai solusi yang terbaik. (wah)

2 comments:

e-mail said...

trimakasih buat info2nya
klw mw lihat hasil pnlitiannya dmn ya?
krmkan ke rumpakaadinugraha@mail.com
thx!

e-mail said...

sorry yg bnr
rumpakaadinugraha@gmail.com
trmksh