Berhentinya Lumpur Lapindo
Gundah, Teknologi Bola Betonnya Belum Diakui
SM / Sri Wahjoedi ALAT SELAM: Tito (kiri) bersama teknologi alat selam yang diciptakannya. (30)
BERHENTINYA semburan lumpur panas Lapindo, meski hanya sekitar 35 menit pada Senin (19 / 3), tidak hanya membuat warga Sidoarjo, Jawa Timur dan sekitarnya gembira. Ada warga Solo yang juga merasakan kebahagiaan tersendiri.
''Ya memang saya merasa gembira sekali, meskipun semburan itu hanya berhenti 35 menit. Paling tidak teknologi seperti yang saya ciptakan itu, mampu menghentikannya, walaupun cuma sebentar,''ujar Yehezxiel Marcelino Tito Waseso, kemarin.
Tito Waseso adalah praktisi teknologi tepat guna yang menemukan teknologi memperlambat semburan lumpur tersebut. Yaitu dengan memasukkan bola-bola beton ke dalam pusat semburan lumpur panas.
Teknologi tersebut persis seperti yang digunakan tim nasional penanggulangan lumpur panas Lapindo di Sidoarjo, sebelum aktivitas semburan itu berhenti.
Meski gembira mendengar kabar semburan lumpur berhenti sesaat, dia masih merasakan kegundahan. Sebab temuannya itu belum diakui pemerintah. Malahan, dalam ekspose sebelumnya, teknologi itu diklaim sebagai rekayasa ilmuwan Institut Teknologi Bandung (ITB).
''Yang benar sajalah. Kalau memang itu temuan mereka, mengapa selama ini tidak ada jawaban kepada saya. Wong sebelumnya saya sudah menyampaikan temuan itu kepada Presiden. Pertengahan Agustus 2006, Pak Win (Win Hendarso, bupati Sidoarjo) juga sudah saya kirimi gambar temuan seperti itu,''katanya saat ditemui di bengkel tepat guna di Jalan Achmad Yani, Sumber, Solo.
Menurut dia, beberapa hari lalu ada staf Sekretariat Negara bernama Iwan, minta dikirimi data-data soal teknologi itu dan identitasnya. Namun belum ada jawaban lagi setelah dia memenuhi permintaan tersebut.
''Bagi saya yang penting ada pengakuan. Paling tidak itu wujud sumbangan saya terhadap masyarakat Sidoarjo atas musibah semburan lumpur panas,''lanjutnya.
Temuan Lain
Ditanya metode supaya semburan bisa berhenti dalam waktu lama dengan teknologi itu, Tito menyebutkan bola-bola beton diperbesar. Kalau selama ini hanya menggunakan bola dengan diameter 40 sentimeter, ia menyarankan bola diperbesar berdiameter 1,5-2 meter.
''Dengan bola lebih besar, bebannya juga lebih besar, dan masing-masing bola saling mengunci.''
Kegelisahannya soal teknologi yang diilhami dari ceritera Ketapel Goliath itu, ternyata tidak membuatnya surut untuk berkarya. Belakangan ini dia juga membuat temuan lagi. Alat selam tenaga matahari, telah diselesaikan.
''Alat ini bisa menggantikan peralatan untuk bernapas bagi penyelam yang selama ini menggunakan tabung oksigen,''tuturnya.
Praktik kerja alat itu memang sederhana. Sebuah penampang panel surya untuk mengolah sinar matahari menjadi tenaga listrik, dipasang di atas pelampung dari empat tabung logam bekas. Penampung solar cell itu menggerakkan dinamo DC.
Dinamo kemudian dihubungkan dengan kompresor yang menghasilkan udara. Selanjutnya udara itu disalurkan lewat selang yang bisa dihirup oleh penyelam.
''Secara teknis, biaya teknologi ini lebih ringan bila dibandingkan peralatan bernapas yang menggunakan tabung oksigen. Malah nantinya akan saya lengkapi dengan kincir agar alat itu bisa digerakkan saat berada
Japanese
»
English
Translate
No comments:
Post a Comment